Wednesday, August 25, 2010

Uwais AlQarni: Terkenal Di Langit Tak Terkenal di Bumi

Pada zaman Nabi Muhammad SAW, ada seorang pemuda bermata biru,

rambutnya merah, pundaknya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan,

kulitnya kemerah-merahan, dagunya menempel di dada selalu melihat pada

tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, ahli

membaca Al Qur’an dan menangis, pakaiannya hanya dua helai sudah kusut

yang satu untuk penutup badan dan yang satunya untuk selendangan,

tiada orang yang menghiraukan, tak dikenal oleh penduduk bumi akan

tetapi sangat terkenal di langit.


Dia, jika bersumpah demi Allah pasti terkabul. Pada hari kiamat nanti

ketika semua ahli ibadah dipanggil disuruh masuk surga, dia justru

dipanggil agar berhenti dahulu dan disuruh memberi syafa’at, ternyata

Allah memberi izin dia untuk memberi syafa’at sejumlah qobilah Robi’ah

dan qobilah Mudhor, semua dimasukkan surga tak ada yang ketinggalan

karenanya. Dia adalah “Uwais al-Qarni”. Ia tak dikenal banyak orang

dan juga miskin, banyak orang suka menertawakan, mengolok-olok, dan

menuduhnya sebagai tukang membujuk, tukang mencuri serta berbagai

macam umpatan dan penghinaan lainnya.



Seorang fuqoha’ negeri Kuffah, karena ingin duduk dengannya,

memberinya hadiah dua helai pakaian, tapi tak berhasil dengan baik,

karena hadiah pakaian tadi diterima lalu dikembalikan lagi olehnya

seraya berkata : “Aku khawatir, nanti sebagian orang menuduh aku, dari

mana kamu dapatkan pakaian itu, kalau tidak dari membujuk pasti dari

mencuri”.



Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya sanak famili

kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Hanya

penglihatan kabur yang masih tersisa. Untuk mencukupi kehidupannya

sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang

diterimanya hanya cukup untuk sekedar menopang kesehariannya bersama

Sang ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya

yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya.

Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh

dan buta, tidak mempengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan

puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya.



Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar

seruan Nabi Muhammad SAW. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk

menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada sekutu bagi-Nya.

Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur.

Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati

Uwais, sehingga setelah seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera

memeluknya, karena selama ini hati Uwais selalu merindukan datangnya

kebenaran. Banyak tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke

Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad SAW secara langsung.

Sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka dengan

cara kehidupan Islam.



Alangkah sedihnya hati Uwais setiap melihat tetangganya yang baru

datang dari Madinah. Mereka itu telah “bertamu dan bertemu” dengan

kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang ia sendiri belum.

Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk

bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal yang

cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah sang ibu

yang jika ia pergi, tak ada yang merawatnya.



Di ceritakan ketika terjadi perang Uhud Rasulullah SAW mendapat cedera

dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Kabar ini

akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia segera memukul giginya dengan batu

hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada

beliau SAW, sekalipun ia belum pernah melihatnya. Hari berganti dan

musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk

bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya

dalam hati, kapankah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah

beliau dari dekat ? Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat

membutuhkan perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya

selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa.

Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi

hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi

menziarahi Nabi SAW di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa

terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Beliau memaklumi perasaan

Uwais, dan berkata : “Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi di

rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”.

Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa

menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan

kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi.



Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju

Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman.

Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir,

bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan

begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari,

semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras

baginda Nabi SAW yang selama ini dirindukannya. Tibalah Uwais al-Qarni

di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi SAW, diketuknya pintu

rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah sayyidatina ‘Aisyah

r.a., sambil menjawab salam Uwais. Segera saja Uwais menanyakan Nabi

yang ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau SAW tidak berada di

rumah melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang

perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada

di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan

Nabi SAW dari medan perang. Tapi, kapankah beliau pulang ? Sedangkan

masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan

sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman,” Engkau harus lekas

pulang”. Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah

mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa

dengan Nabi SAW. Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada

sayyidatina ‘Aisyah r.a. untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya

menitipkan salamnya untuk Nabi SAW dan melangkah pulang dengan

perasaan haru.



Sepulangnya dari perang, Nabi SAW langsung menanyakan tentang

kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa

Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni

langit (sangat terkenal di langit). Mendengar perkataan baginda

Rosulullah SAW, sayyidatina ‘Aisyah r.a. dan para sahabatnya tertegun.

Menurut informasi sayyidatina ‘Aisyah r.a., memang benar ada yang

mencari Nabi SAW dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya

sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan

ibunya terlalu lama. Rosulullah SAW bersabda : “Kalau kalian ingin

berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai

tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya.” Sesudah itu beliau

SAW, memandang kepada sayyidina Ali k.w. dan sayyidina Umar r.a. dan

bersabda : “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah

do’a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni

bumi”.



Tahun terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi SAW wafat, hingga

kekhalifahan sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. telah di estafetkan

Khalifah Umar r.a. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda

Nabi SAW. tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera

mengingatkan kepada sayyidina Ali k.w. untuk mencarinya bersama. Sejak

itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu

menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka.

Diantara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya

yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh beliau berdua. Rombongan

kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan

mereka.



Suatu ketika, Uwais al-Qorni turut bersama rombongan kafilah menuju

kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman,

segera khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. mendatangi mereka dan

menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan itu mengatakan

bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di

perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, beliau berdua bergegas pergi

menemui Uwais al-Qorni. Sesampainya di kemah tempat Uwais berada,

Khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. memberi salam. Namun rupanya

Uwais sedang melaksanakan sholat. Setelah mengakhiri shalatnya, Uwais

menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu

berjabatan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk

membuktikan kebenaran tanda putih yang berada ditelapak tangan Uwais,

sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi SAW. Memang benar !

Dia penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut,

siapakah nama saudara ? “Abdullah”, jawab Uwais. Mendengar jawaban

itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan : “Kami juga Abdullah,

yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?” Uwais

kemudian berkata: “Nama saya Uwais al-Qorni”. Dalam pembicaraan

mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah

sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat

itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali k.w. memohon agar Uwais berkenan

mendo’akan untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah:

“Sayalah yang harus meminta do’a kepada kalian”. Mendengar perkataan

Uwais, Khalifah berkata: “Kami datang ke sini untuk mohon do’a dan

istighfar dari anda”. Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni

akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdo’a dan membacakan istighfar.

Setelah itu Khalifah Umar r.a. berjanji untuk menyumbangkan uang

negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera

saja Uwais menolak dengan halus dengan berkata : “Hamba mohon supaya

hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya,

biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi”.



Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam tak terdengar

beritanya. Tapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan di tolong oleh

Uwais , waktu itu kami sedang berada di atas kapal menuju tanah Arab

bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin topan berhembus

dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami

sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin

berat. Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang mengenakan

selimut berbulu di pojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami

memanggilnya. Lelaki itu keluar dari kapal dan melakukan sholat di

atas air. Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu. “Wahai

waliyullah,” Tolonglah kami !” tetapi lelaki itu tidak menoleh. Lalu

kami berseru lagi,” Demi Zat yang telah memberimu kekuatan beribadah,

tolonglah kami!”Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata: “Apa yang

terjadi ?” “Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dihembus angin dan

dihantam ombak ?”tanya kami. “Dekatkanlah diri kalian pada Allah !

“katanya. “Kami telah melakukannya.” “Keluarlah kalian dari kapal

dengan membaca bismillahirrohmaanirrohiim!” Kami pun keluar dari kapal

satu persatu dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami

lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam,

sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam ke dasar laut. Lalu

orang itu berkata pada kami ,”Tak apalah harta kalian menjadi korban

asalkan kalian semua selamat”. “Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah

nama Tuan ? “Tanya kami. “Uwais al-Qorni”. Jawabnya dengan singkat.

Kemudian kami berkata lagi kepadanya, “Sesungguhnya harta yang ada di

kapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim

oleh orang Mesir.” “Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah

kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?”

tanyanya.”Ya,”jawab kami. Orang itu pun melaksanakan sholat dua rakaat

di atas air, lalu berdo’a. Setelah Uwais al-Qorni mengucap salam,

tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya

dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan

seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang

tertinggal.



Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah

pulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan

tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan

ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana sudah ada

orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya. Demikian pula ketika

orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada

orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan

dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan

untuk mengusungnya. Dan Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan,

“ketika aku ikut mengurusi jenazahnya hingga aku pulang dari

mengantarkan jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat

penguburannya guna memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah

tak terlihat ada bekas kuburannya. (Syeikh Abdullah bin Salamah adalah

orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qorni pada masa

pemerintahan sayyidina Umar r.a.)



Meninggalnya Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman.

Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya

orang yang tak dikenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan

pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tak dihiraukan

orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan

ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap

melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang.

Mereka saling bertanya-tanya : “Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais

al-Qorni ? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang

tak memiliki apa-apa, yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba

dan unta ? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan

penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah

kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya

mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk

mengurus jenazah dan pemakamannya. Baru saat itulah penduduk Yaman

mengetahuinya siapa “Uwais al-Qorni” ternyata ia tak terkenal di bumi

tapi terkenal di langit.

No comments:

Post a Comment