KHABBAB BIN ARATS
Teladan Pengabdian dan Pengormanan Diri
Cahaya Islam telah datang dengan membawa kebenaran risalah Ilahi. Dia datang sebagai rahmatan lil alamin, demi terciptanya kedamaian dan kasih saying di dunia inil Untuk memancarkannya ke seluruh alam bukanlah pekerjaan yang ringan, tetapi suatu pekerjaan yang besar dan berat dengan mengorbankan harta benda, sanak keluarga, bahkan mungkin dengan taruhan nyawa.
Dengan penuh kesabaran, ketabahan dan pengormanan, Rasulullah saw dan para sahabat terus mendakwahkan Islam, walau mendapat reaksi keras dari kafir Quraisy. Bukan hanya cercaan dan hinaan yang mereka dapatkan, tetapi juga berbagai siksaan bahkan dibunuh. Akan tetapi itu sudah menjadi tekad mereka untuk berjuang demi agama Allah.
Khabbab bin Arats termasuk sahabat Nabi yang ikut berjuang bersama Rasul-Nya, juga termasuk generasi awal pemeluk Islam. Dia seorang pandai besi yang ahli dalam membuat pedang.
Sebelum masuk Islam dia menjual pedangnya kepada penduduk Makkah dan ke pasar-pasar lain. Setelah mendengar dan melihat dakwah Nabi, dia segera yakin bahwa itua dalah cahaya yang membimbing manusia menuju jalan yang benar. Dia pun menyatakan diri masuk Islam. Sementara itu dia tahu konsekwensi dari pilihannya tersebut, yaitu berhadapan dengan kaum Quraisy yang memerangi Islam.
Khabbab yang telah menjadi Muslim tersebut kemudian mengalami nasib yang sama sebagaimana sahabat yang lain. Dia menerima penganiayaan dan penyiksaan dari kaum kafir. Tetapi dia telah menyerahkan hidup dan matinya demi agamanya, Islam.
Khabbab kemudian berusaha memikul tanggung jawab itu dengan keberanian yang luar biasa. As-Sya’bi menceritakan, “Kahabbab menunjukkan ketabahannya sehingga hatinya tidak terpengaruh oleh tindakan orang-orang kafir. Mereka meletakkan batu yang membara di atas punggungnya sampai dagingnya terbakar”.
Khabbab telah mengalami penyiksaan yang perih, tetapi ketabahan dan kesabarannya sangat luar biasa. Kafir Quraisy telah menggunakan seluruh besi yang digunakan untuk membuat pedang yang terdapat di rumah Khabbab menjadi belenggu dan rantai. Mereka memasukkan besi-besi itu ke dalam api hingga panas membara lalu dililitkan ke tubuh, tangan dan kedua kakinya.
Di menceritakan sendiri kisahnya, “Pada suatu hari, kami pergi menemui Rasulullah saw yang sedang berbaring di Kakbah dan bertanya padanya, ‘Wahai Rasulullah, kami berharap agar engkau memintakan kepada Allah agar memberikan keselamatan dan kemenangan atas kami’. Tiba-tiba Rasulullah saw duduk dan mukanya merah lalu berkata, ‘Beberapa waktu yang lalu, ada seorang yang beriman diseret ke dalam parit dan digergaji dari kepala ke bawah, tetapi siksaan itu tidak dapat memalingkan dari agamanya. Ada pula daging dan tulangnya disikat dengan sisir besi dan mereka juga tidak berpaling dari keimanannya. Percayalah kepadaku bahwa Allah akan mengakhiri seluruh penderitaan kalian dan memberikan kemenangan, sehingga pada suatu saat nanti seorang dapat berjalan dari San’a ke Hadlramaut tanpa rasa takut kecuali kepada Allah SWT. Walaupun srigala ada di antara hewan gembalanya. Tetapi mereka tidak takut.
Setelah Khabbab dan para sahabatnya mendengar kata-kata itu, bertambahlah keimanan dan keteguhan hati mereka dan mereka berikrar akan membuktikan kepada Allah dan Rasul-Nya apa yang diharapkan dari mereka, yaitu ketabahan, kesabaran dan pengorbanan. Demikianlah Khabbab lalu menanggung penderitaan dengan sabar, tabah dan tawakkal.
Sementara orang-orang Quraisy semakin marah dan penasaran melihat kesabaran dan ketabahan Khabbab, sehingga mereka berusaha meminta bantuan Ummi Ammar, bekas majikan Khabbab. Wanita ini pernah meletakkan besi panas ke kepalanya, namun ia berusaha menahan diri agar tidak mengatakan satu kata pun yang akan membuatnya merasa puas dan gembira. Pada suatu hari, Rasulullah saw merasa sedih dan iba melihat kepala Khabbab hangus dan hitam akibat penyiksaan itu, tetapi tidak ada yang dapat beliau lakukan pada saat itu selain memohon kepada Allah agar memberi Khabbab kesabaran dan memperkuat imannya. Rasulullah saw kemudian berdoa, “Ya Allah, limpahkanlah pertolongan-Mu kepada Khabbab”.
Maka Allah mengabulkannya beberapa hari kemudian sebagai peringatan bagi penyiksa yang lain, yaitu ketika Ummi Ammar menderita penyakit aneh dan mengerikan, di mana ia melolong seperti anjing. Sementara satu-satunya cara yang dapat menyembuhkan ialah membakar kepalanya. Akhirnya, kepalanya yang angkuh itu dibakar setiap hari dengan besi panas.
Demikianlah akhirnya Khabbab pun dapat terbebaskan. Dia kemudian membaktikan seluruh waktu dan hidupnya untuk agama baru ini termasuk dengan beribadah, shalat dan memanfaatkannya dalam mengajar. Ia mengajarkan ayat-ayat al-Qur’an kepada saudara seagamanya yang hidup di bawah cengkeraman kekejaman dan kekejian Quraisy. Ia sangat cerdas dalam mempelajari setiap surat dan ayat al-Qur’an. Bahkan Abdullah bin Mas’ud, satu dari empat orang yang dipilih Rasulullah saw sebagai tempat bertanya al-Qur’an, menganggap Khabbab sebagai tempat bertanya segala yang berhubungan dengan al-Qur’an, baik isi maupun pengucapannya.
Dia yang telah mengajarkan al-Qur’an, kepada Fathimah binti al-Khathab dan suaminya Said bin Zaid ketika Umar bin Khattab datang ke rumah mereka dengan pedang terhunus untuk membuat perhitungan dengan Islam dan Rasulullah saw. Tetapi setelah mendengar ayat-ayat al-Qur’an yang dilantunkan dengan merdu dan syahdu oleh Khabbab, ia lalu berseru, “Tunjukkah kepadaku di mana Muhammad!”. Ketika mendengar ucapan Umar itu, ia pun segera keluar dari tempat persembunyiannya dan berkata, “Wahai Umar, demi Allah, saya sangat berharap bahwa Allah memilihmu untuk mengabulkan doa Rasulullah saw, karena saya kemarin mendengar beliau berkata, “Ya Allah, kuatkanlah agama Islam dengan orang yang engkau cintai seperti Abi al-Hakam bin Hisham atau Umar bin al-Khattab’. “Umar mengulangi pertanyaannya, “Di mana Muhammad sekarang! “Dia pun menjawab, “Di as-Shafa di rumah al-Arqam. “ Dari situ pergilah Umar menuju takdirnya yang diberkahi dan mulia.
Khattab menyertai Rasulullah saw dalam semua peperangan dan pertempuran serta tetap mempertahankan keimanan dan keyakinan di sepanjang hidupnya. Ketika Baitul mal berlimpah harta kekayaan di masa Khalifah Umar dan Usman, Khabbab mendapat bagian yang besar, karena termasuk golongan Muhajirin yang pertama masuk Islam. Akan tetapi dia tidak pernah tidur nyenyak dan berlinang air mata setiap teringat akan pengorbanan Rasulullah saw dan para sahabat terdahulu yang telah membaktikan hidupnya kepada Allah, di mana mereka tidak sempat menyaksikan kemenangan dan kemakmuran yang dicapai umat Islam pada saat itu. Dia kemenangan dan kemakmuran yang dicapai umat Islam pada saati itu. Dia pun mensedekahkan hartanya tersebut kepada yang membutuhkan.
Akhirnya pada tahun 37 H di Kufah, telah pulang ke rahmatullah seorang ahli membuat pedang di masa jahiliyah. Contoh terladan dalam pengabdian dan pengorbanan diri. Merupakan sebuah kehilangan ketika salah seorang yang shalih, mulia, putra terbaik dari masa turunnya wahyu dan generasi yang mengorbankan dirinya wafat. Mungkin kata-kata terbaik untuk melepas kepergiannya ialah seperti yang diucapkan Imam Ali ketika melihat makamnya sepulang dari perang Shiffin. Ali berkata, “Ya Allah limpahkanlah rahmat-Mu kepada Khabbab. Engkau mengetahui bahwa ia adalah seorang Muslim sejati, Muhajirin yang taat dan mencurahkan seluruh hidupnya di jalan-Mu”. (Penulis tinggal di Magetan Jawa Timur)
Monday, August 8, 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment